Perda Dki No. 8 Th. 2006 Perihal Sistem Pendidikan Termasuk Agama
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
:
a. bahwa pendidikan harus bisa menjawaban aneka macam tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan ekspansi akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b. bahwa pendidikan harus bisa mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu dibutuhkan sumber daya insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bisa bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pendidikan ialah urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawaban pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk mempersembahkan kepastian aturan dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk perda tentang Sistem Pendidikan. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
24. perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72);
25. perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23);
26. perda Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
27. perda Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
28. perda Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
30. perda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
melaluiataubersamaini Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam perda ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pemerintah ialah Pemerintah Pusat.
2. Daerah ialah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3. Pemda ialah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Gubernur ialah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5. Perangkat Daerah ialah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6. Dinas ialah Perangkat daerah yang bertanggungjawaban di bidang pendidikan.
7. Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen Agama ialah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8. Pendidikan ialah perjuangan sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, watak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9. Jalur pendidikan ialah wahana yang dilalui peserta didik untuk menyebarkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan ialah tahapan pendidikan yang diputuskan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
11. Jenis pendidikan ialah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
12. Satuan pendidikan ialah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
13. Pendidikan anak usia dini ialah suatu upaya pelatihan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14. Pendidikan dasar ialah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta SMP (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
15. Pendidikan menengah ialah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat.
16. Pendidikan tinggi ialah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup beberapa aspek jadwal diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17. Pendidikan formal ialah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal ialah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang sanggup dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
19. Pendidikan informal ialah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
20. Pendidikan bertaraf internasional ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan memakai standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
21. Pendidikan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai tingkat kesusahan dalam mengikuti proses pembelajaran lantaran kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau mempunyai potensi kecerdasan dan talenta istimewa.
22. Pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami tragedi alam, tragedi sosial, dan tidak bisa dari segi ekonomi.
23. Pendidikan jarak jauh ialah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya memakai aneka macam sumber berguru melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
24. Pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk sanggup menguasai, memahami, dan mengamalkan fatwa agama dan/atau menjadi mahir ilmu agama.
25. Pendidikan berbasis Daerah ialah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan pola kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia.
26. Pendidikan berbasis masyarakat ialah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan jadwal kesejahteraan sosial, jadwal pengasuhan anak, dan jadwal pendidikan anak semenjak lahir hingga dengan berusia 6 (enam) tahun.
28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan dan jadwal kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun hingga dengan 4 (empat) tahun.
29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut Taman Kanak-kanak ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
32. SD yang selanjutnya disebut SD ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama.
34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ ialah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas.
35. SMP yang selanjutnya disebut SMP ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut Sekolah Menengan Atas ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut Sekolah Menengah kejuruan ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB ialah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), SD Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), SMP Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB).
40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM ialah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.
43. Majelis Taklim ialah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada masyarakat masyarakat.
44. Kurikulum ialah seperangkat planning dan pengaturan terkena tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
45. Pembelajaran ialah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar.
46. Evaluasi pendidikan ialah aktivitas pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap aneka macam komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawabanan penyeleng-garaan pendidikan.
47. Akreditasi ialah aktivitas penilaian kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang sudah diputuskan.
48. Sistem Informasi Pendidikan ialah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan mencakup forum pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, masukana dan pramasukana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang sanggup diakses oleh aneka macam pihak yang memerlukan.
49. Kompetensi ialah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan.
50. Standar pendidikan ialah kriteria minimal tentang aneka macam aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
51. Penyelenggara pendidikan ialah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
52. Penyelenggaraan pendidikan ialah aktivitas pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan biar proses pendidikan sanggup berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
53. Pengelola pendidikan ialah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
54. Pengelolaan pendidikan ialah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan biar pendidikan sanggup berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
55. Pendidik ialah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melaksanakan pembimbingan dan petes, serta melaksanakan penelitian dan dedikasi kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
56. Tenaga kependidikan ialah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik ialah masyarakat masyarakat yang berusaha menyebarkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS ialah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemda berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS ialah pengawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau tubuh aturan penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemda berdasarkan perjanjian kerja.
60. Wajib berguru ialah peserta didik yang mengikuti jadwal pendidikan minimal yang harus diikuti oleh masyarakat masyarakat atas tanggung jawaban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah ialah tubuh penilaian sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang memutuskan kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal ialah tubuh penilaian sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang memutuskan kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
63. Dewan Pendidikan ialah forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang beranggotakan aneka macam unsur masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten.
64. Komite Sekolah/Madrasah ialah forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
65. Kepala Sekolah/Madrasah ialah guru yang didiberi kiprah tambahan sebagai Kepala satuan pendidikan.
66. Warga masyarakat ialah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan masyarakat negara gila yang tinggal di DKI Jakarta.
67. Masyarakat ialah kelompok masyarakat masyarakat non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
68. Budaya membaca ialah kebiasaan masyarakat masyarakat yang memakai sebagian waktunya sehari-hari secara sempurna guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaa bagi kehidupan.
69. Budaya berguru ialah kebiasaan masyarakat masyarakat yang memakai sebagian waktunya sehari-hari secara sempurna guna untuk berguru guna meningkatkan pengetahuan.
70. Budaya berguru di luar jam sekolah ialah kebiasaan masyarakat berguru memakai sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara sempurna guna untuk berguru di luar jam sekolah.
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak masyarakat masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan menyebarkan potensi peserta didik menjadi insan yang diberiman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, bisa bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawaban.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawaban bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang sangat bahagia, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan menyebarkan budaya membaca dan berguru bagi segenap masyarakat masyarakat.
(7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta mempersembahkan peluang kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Warga Masyarakat
Pasal 4
(1) Setiap masyarakat masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang berkarakter.
(2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.
(3) Warga masyarakat yang mempunyai kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga masyarakat yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.
(5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami petaka dan/atau tragedi sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, memanfaatkan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 5
(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) hingga 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah hingga tamat.
(2) Warga masyarakat mempersembahkan proteksi sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
(3) Warga masyarakat berkewajiban membuat dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya berguru di lingkungannya.
Bagian Kedua
Orangtua
Pasal 6
Orangtua berhak berperanserta dalam menentukan satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.
Pasal 7
(1) Orangtua berkewajiban mempersembahkan peluang yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.
(2) Orangtua berkewajiban mempersembahkan peluang kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.
(3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta memutuskan waktu berguru setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 hingga dengan 21.00 WIB.
(4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak bisa dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawaban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Masyarakat
Pasal 8
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian jadwal pendidikan.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban mempersembahkan proteksi sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Peserta Didik
Pasal 10
(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
(2) Setiap peserta didik yang mempunyai kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan peluang jadwal akselerasi.
(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.
(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak bisa membiayai pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau menolongan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemda dan/atau Masyarakat.
(5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.
(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan mempersembahkan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
(1) Setiap peserta didik berkewajiban merampungkan jadwal pendidikan sesuai kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang diputuskan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
(3) Setiap peserta didik berkewajiban berguru setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 hingga dengan 21.00.
(4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara masukana dan pramasukana serta kemembersihkanan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Paragraf 1 Pendidik
Pasal 12
Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan kiprah berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. memperoleh proteksi dalam melaksanakan kiprah dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh peluang untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan masukana dan pramasukana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f. mempunyai kebebasan dalam mempersembahkan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau hukuman kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. mempunyai kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu kiprah dan kewajibannya;
i. mempunyai peluang untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh peluang untuk menyebarkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh petes dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan kiprah guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan berguru yang berkarakter serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. mempersembahkan tauladan dan menjaga nama baik forum dan profesi;
c. meningkatkan dan menyebarkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. memotivasi peserta didik melaksanakan waktu berguru di luar jam sekolah;
e. mempersembahkan keteladanan dan membuat budaya membaca dan budaya belajar;
f. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelabuin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilai- nilai agama, dan etika;
h. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan kiprah berhak:
a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban kiprah serta prestasi kerja;
b. memperoleh penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan petes sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan forum pendidikan nonformal;
d. memperoleh proteksi aturan dalam melaksanakan tugas;
e. mempunyai kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu kiprah dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan kiprah Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :
a. menyusun planning pembelajaran;
b. melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan memakai kurikulum, masukana belajar, media pembelajaran, materi ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c. mengevaluasi hasil berguru peserta didik;
d. menganalisis hasil penilaian berguru peserta didik;
e. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam aktivitas pendidikan nonformal;
f. menyebarkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g. melaporkan kemajuan belajar.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. pelatihan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. proteksi aturan dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. membuat suasana pendidikan yang bermakna, sangat bahagia, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c. mempersembahkan tauladan dan menjaga nama baik forum dan profesi;
d. mempersembahkan keteladan dan membuat budaya membaca dan budaya belajar;
e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pemerintah Daerah
Pasal 16
Pemda wajib:
a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b. memutuskan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c. memutuskan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d. mempersembahkan layanan dan kegampangan, serta menjamin pendidikan yang berkarakter bagi masyarakat masyarakat tanpa diskriminasi;
e. menyediakan dana guna penuntasan wajib berguru 9 tahun.
f. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib berguru 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak bisa dan anak terlantar;
g. pemdiberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h. mempersembahkan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkarakter;
j. memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
k. mendorong dan mengawasi pelaksanaan aktivitas jam wajib berguru peserta didik di rumah;
l. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan menyebarkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang berkarakter;
o. memfasilitasi masukana dan pramasukana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang berkarakter;
p. mempersembahkan proteksi kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q. menumbuhkembangkan motivasi, mempersembahkan stimulasi dan fasilitas, serta membuat iklim yang aman bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang sanggup saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(3) Jenis pendidikan mencakup beberapa aspek pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemda dan/atau Masyarakat, sanggup diwujudkan dalam bentuk:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan tinggi;
e. pendidikan nonformal;
f. pendidikan informal;
g. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h. pendidikan khusus dan layanan khusus;
i. pendidikan jarak jauh;
j. pendidikan keagamaan.
Bagian Kedua
Pendidikan anak usia dini
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan menyebarkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk sikap dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya biar mempunyai kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawaban;
b. menyebarkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan sangat bahagia.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20
(1) Pendidikan anak usia dini sanggup diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ialah pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.
(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup berupa pendidikan umum, keagamaan dan khusus.
Pasal 21
Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat mempunyai jadwal pembelajaran satu tahun atau dua tahun.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 22
(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia semenjak lahir hingga berusia 6 (enam) tahun.
(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun hingga 4 (empat) tahun.
(3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia semenjak 4 (empat) tahun hingga 6 (enam) tahun.
(4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 23
Pengelompokan peserta didik untuk jadwal pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat diubahsuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.
Pasal 24
Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal sanggup pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 hingga dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Pendidikan Dasar Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta mempersembahkan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas berguru peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawaban untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 27
(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali jadwal akselerasi.
(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sanggup berupa pendidikan umum, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 28
(1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat sanggup berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), sanggup diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat ialah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sanggup pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.
(5) Peserta didik yang berguru secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri sanggup pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Peserta didik yang berguru di negara lain pada jenjang pendidikan dasar sanggup pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 hingga dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 31
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk sanggup melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi insan produktif dan bisa bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja.
Pasal 32
(1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis dan bertanggungjawaban untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk insan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, mempunyai keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawaban serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk insan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, mempunyai sikap wirausaha dan mempersembahkan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Sekolah Menengan Atas dan MA dikelompokkan dalam jadwal studi sesuai dengan kebutuhan untuk berguru lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.
(4) Sekolah Menengan Atas dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali jadwal akselerasi dan untuk Sekolah Menengah kejuruan dan MAK sanggup ditambah satu tingkat.
(5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Pasal 34
(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.
(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih jadwal keahlian.
(3) Pengembangan jenis jadwal keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia perjuangan ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk jadwal keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.
(4) Penataan dan pengembangan spektrum jadwal keahlian dilaksanakan Pemda setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 35
Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat ialah masyarakat masyarakat yang sudah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sanggup pindah jadwal keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.
(2) Peserta didik yang berguru di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 hingga dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, mencakup :
a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat;
b. penelitian untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c. dedikasi kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan:
a. menyebarkan potensi peserta didik biar menjadi insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi masyarakat negara yang demokratis dan bertanggung jawaban, mempunyai wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, diberintegritas dan taat kepada aturan termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b. membentuk insan yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta mempunyai profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa.
Paragraf 2
Penyelenggaraan
Pasal 39
(1) Pemda sanggup menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemda mendukung dan/atau memmenolong penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik.
(3) Pemda mempersembahkan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta pelatihan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemda sanggup mempersembahkan pelatihan dan maslahat tambahan terhadap dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemda mendukung dan/atau memmenolong penyelenggaran aktivitas ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah.
(6) Pemda mendukung dan/atau memmenolong aktivitas ekstrakurikuler mahasiswa, penyelesaian kiprah simpulan bagi mahasiswa yang tidak bisa dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 40
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau komplemen pendidikan formal bagi masyarakat masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk menyebarkan potensinya dengan pengutamaan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk insan yang mempunyai kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41
(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk:
a. forum kursus;
b. forum petes;
c. kelompok belajar;
d. sentra aktivitas berguru masyarakat;
e. majelis taklim, dan
f. satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan forum petes menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk menyebarkan diri, menyebarkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(3) Kelompok berguru menyelenggarakan aktivitas untuk menampung dan memenuhi kebutuhan berguru sekelompok masyarakat masyarakat yang ingin berguru melalui jalur pendidikan nonformal.
(4) Pusat aktivitas berguru masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan aneka macam jadwal pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar berguru dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi aneka macam kebutuhan berguru masyarakat pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 42
Program pendidikan nonformal meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan petes kerja;
g. pendidikan kesetaraan; serta
h. pendidikan lainnya
Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a ialah pendidikan yang mempersembahkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(3) Pendidikan kecakapan hidup sanggup dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri.
Pasal 44
(1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c ialah pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.
(2) Pendidikan kepemudaan berfungsi menyebarkan potensi perjaka dengan pengutamaan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi perjaka sebagai kader pemimpin bangsa.
(3) Pendidikan kepemudaan mencakup beberapa aspek aneka macam bentuk pendidikan dan petes di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45
(1) Pendidikan pemberdayaan wanita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d ialah pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
(2) Pendidikan pemberdayaan wanita berfungsi meningkatkan kemampuan wanita dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika wanita biar bisa memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan pemberdayaan wanita mencakup beberapa aspek:
a. peningkatan terusan pendidikan bagi perempuan;
b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.
Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e ialah pendidikan bagi masyarakat masyarakat yang buta huruf biar mereka sanggup membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi mempersembahkan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang sanggup dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
(4) Pendidikan keterampilan dan petes kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f ialah pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan pengutamaan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi insan produktif.
(5) Pendidikan keterampilan dan petes kerja berfungsi untuk meningkatkan dan menyebarkan kemampuan peserta didik dengan pengutamaan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi insan produktif.
Pasal 48
(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g ialah jadwal pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup beberapa aspek jadwal Paket A, Paket B, dan Paket C.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan nonformal.
(3) Program Paket A berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SD/MI.
(4) Program Paket B berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SMP/MTs.
(5) Program Paket C berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SMA/MA.
(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 49
(1) Peserta didik pada forum pendidikan, forum kursus, dan forum petes ialah masyarakat masyarakat yang memerlukan bekal untuk menyebarkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Peserta didik pada kelompok berguru dan sentra aktivitas berguru masyarakat ialah masyarakat masyarakat yang ingin berguru untuk menyebarkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(3) Peserta didik pada majelis taklim ialah masyarakat muslim yang ingin berguru dan mendalami fatwa Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup.
(4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan ialah masyarakat masyarakat pemuda.
(5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan ialah masyarakat masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum sanggup membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A ialah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI.
(7) Peserta didik pada Program Paket B ialah anggota masyarakat yang sudah lulus jadwal Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs.
(8) Peserta didik pada Program Paket C ialah anggota masyarakat yang sudah lulus jadwal Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 hingga dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 51
(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya menyebarkan potensi masyarakat masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan informal bertujuan untuk mempersembahkan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Bentuk dan Kegiatan
Pasal 52
(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk aktivitas pembelajaran secara mandiri.
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui aneka macam aktivitas sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 53
Peserta didik pada pendidikan informal ialah setiap masyarakat masyarakat.
Paragraf 4
Pengakuan Hasil Pendidikan Informal
Pasal 54
(1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal setelah melalui ujian oleh forum yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 55
(1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai masukana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkarakter internasional.
(2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai masukana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang bisa menyebarkan keunggulan daerah.
(4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang bisa menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 56
(1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.
(3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk forum kursus, forum petes serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 57
(1) Pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(3) Masyarakat sanggup menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(4) Pemda membimbing dan memmenolong masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 hingga dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 59
(1) Pendidikan khusus berfungsi mempersembahkan layanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai tingkat kesusahan dalam mengikuti proses pembelajaran lantaran hambatan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami hambatan fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk menyebarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.
(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa bertujuan untuk menyebarkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan talenta istimewa yang dimilikinya.
(4) Pendidikan layanan khusus berfungsi mempersembahkan layanan pendidikan bagi peserta didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami tragedi alam, dan tragedi sosial.
(5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk mempersembahkan layanan pendidikan secara berkesinambungan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 60
(1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai hambatan fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.
(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sanggup diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk penyelenggaraan jadwal pendidikan khusus bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.
(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sanggup berupa jadwal percepatan, jadwal pengayaan, atau adonan jadwal percepatan dan jadwal pengayaan.
(6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk forum kursus, kelompok belajar, forum petes serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 61
Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus ialah masyarakat masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59.
Paragraf 4 Penyelenggaraan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 hingga dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 63
Pemda dan/atau masyarakat sanggup menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 64
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai fatwa agamanya dan/atau menjadi mahir ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai fatwa agamanya dan/atau menjadi mahir ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diberiman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Paragraf 2
Jalur dan Bentuk Pendidikan
Pasal 65
Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah daerah sanggup memdiberi menolongan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 hingga dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VI
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:
a. Pemerataan terusan pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c. Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada jadwal kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemda didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada planning strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada planning strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
Bagian Kedua
Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 70
(1) Gubernur bertanggung jawaban mengelola sistem pendidikan di daerah dan memutuskan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c. Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat:
a. Semua Perangkat Daerah;
b. Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan;
c. Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d. Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e. Dewan Pendidikan Provinsi;
f. Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g. Pendidik dan tenaga kependidikan;
h. Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i. Peserta didik;
j. Orangtua/wali peserta didik;
k. Masyarakat;
l. Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 71
(1) Pemda mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemda bertanggung jawaban:
a. menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemda dan/atau masyarakat;
d. memmenolong penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e. merampungkan jadwal wajib berguru pendidikan dasar sembilan tahun;
f. merampungkan jadwal buta aksara;
g. mendorong percepatan pencapaian sasaran nasional bidang pendidikan didaerah;
h. mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i. mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j. menyebarkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi.
Pasal 72
(1) Pemda melaksanakan pelatihan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau jadwal pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Pemda melaksanakan pengukuhan terhadap satuan pendidikan dan/atau jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk melaksanakan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur membentuk tubuh pengukuhan provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pasal 73
(1) Pemda menyebarkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup beberapa aspek data dan informasi pendidikan pada tiruana jalur, jenjang, jenis, satuan, jadwal pendidikan.
(3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk menyebarkan dan melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemda dan sanggup diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan oleh Badan Hukum
Penyelenggara
Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal
Pasal 74
(1) Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau tubuh aturan penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawaban terhadap satuan dan/atau jadwal pendidikan yang diselenggarakan.
(2) Tanggung jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b. menjamin terusan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi syarat hingga batas daya tampung satuan pendidikan;
c. mensupervisi dan memmenolong satuan dan/atau jadwal pendidikan yang diselenggarakannya dalam melaksanakan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d. memfasilitasi pengukuhan satuan dan/atau jadwal pendidikan oleh tubuh pengukuhan sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e. tanggung jawaban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f. membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pasal 75
Pengelolaan oleh satuan pendidikan mencakup perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan masukana dan pramasukana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal.
Pasal 76
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut terkena standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII
KURIKULUM
Pasal 77
(1) Kurikulum jadwal aktivitas berguru pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus memakai standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal.
(3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
Pasal 78
(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal sanggup dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai diberikut:
a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b. bermacam-macam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. berguru sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN
Pasal 79
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat:
a. pindah satuan atau jadwal pendidikan;
b. mengambil jadwal atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau tidak sama sesuai perakuratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur.
Pasal 80
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sanggup mengambil mata pelajaran atau jadwal pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal sanggup mengambil mata pelajaran atau jadwal pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban berguru pendidikan nonformal yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara pengambilan mata pelajaran atau jadwal pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur.
BAB IX
BAHASA PENGANTAR
Pasal 81
(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan memakai Bahasa Indonesia.
(2) Bahasa gila sanggup dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
BAB X
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum
Pasal 82
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ialah tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 83
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai distributor pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah tingkat pendidikan minimal S1 atau D IV.
(3) Kompetensi sebagai distributor pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi:
a. kompetensi pedagogik,
b. kompetensi kepribadian,
c. kompetensi profesional, dan
d. kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak mempunyai ijazah dan/atau akta keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi mempunyai keahlian khusus yang diakui dan dibutuhkan sanggup diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Ketentuan terkena persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 84
(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana diputuskan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi.
(4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas.
(5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 86
(1) Pemindahan kiprah pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilaksanakan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan kiprah pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pelatihan karier dan peningkatan mutu pendidikan.
Pasal 87
(1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. undangan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. eksekusi jabatan;
b. jawaban pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan aturan tetap.
c. melaksanakan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d. menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan menyebarkan pendidik dan tenaga kependidikan.
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, mencakup pendidikan dan petes, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan petes pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau menyebarkan kemampuan dan profesionalisme.
Pasal 90
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas.
Pasal 91
(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda menjadi tanggung jawaban Kepala Dinas.
(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawaban penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 92
Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasal 93
Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibentuk antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan.
(2) Pemda sanggup mempersembahkan subsidi tuntidakboleh fungsional kepada pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(3) Dunia perjuangan dan Dunia Industri sanggup memmenolong kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut terkena kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 96
(1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan didiberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup didiberikan Pemda dan/atau dunia perjuangan dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sanggup juga didiberikan dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut terkena pemdiberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 97
(1) Perlindungan didiberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. proteksi aturan yang mencakup beberapa aspek terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b. proteksi profesi yang mencakup beberapa aspek proteksi terhadap pelaksanaan kiprah sebagai tenaga profesional yang mencakup pemutusan kekerabatan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemdiberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang sanggup menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c. proteksi keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup beberapa aspek proteksi terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, tragedi alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Bagian Kedelapan
Organisasi Profesi
Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan sanggup menjadi anggota organisasi profesi sebagai wadah yang bersifat sanggup berdiri diatas kaki sendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu kiprah dan tanggung jawaban.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan dan/atau menyebarkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan.
(3) Pemda sanggup memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pelatihan dan pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan
Pendidik Warga Negara Asing
Pasal 99
(1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan sanggup meminta masyarakat negara gila yang mempunyai ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat dibutuhkan sebagai pendidik.
(2) Pendidik masyarakat negara gila sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM
Paragraf 1
Umum
Pasal 100
(1) Untuk sanggup diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain mempunyai standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil investigasi kesehatan menyeluruh dari dokter;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan aturan tetap lantaran melaksanakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e. mempunyai komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f. mempunyai kemampuan manajemen pendidikan;
g. mempunyai pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun semenjak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat kiprah tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 101
(1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
(3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 102
(1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan kiprah dan tanggungjawaban, pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dimenolong Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawaban atas penyelenggaraan aktivitas pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara masukana dan pramasukana pendidikan.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawaban atas pelaksanaan jadwal wajib berguru 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya.
(4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib berguru di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik.
(5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan kiprah dan tanggung jawaban secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama.
(6) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme dan tata cara pertanggungjawabanan pelaksanaan kiprah dan tanggung jawaban kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 103
(1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat berguru mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
(2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang aktivitas yang dianggap merusak gambaran sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik.
Pasal 104
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan daerah sekolah / madrasah/ PKBM yang membersihkan, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta tidak boleh merokok.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penerapan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pelaksanaan daerah sekolah/madrasah/PKBM yang membersihkan, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta tidak boleh merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penerapan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Asosiasi
Pasal 105
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sanggup membentuk asosiasi sebagai wadah yang bersifat mandiri.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan menyebarkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pembentukan asosiasi Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 106
(1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan pramasukana dan masukana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Pengadaan pramasukana dan masukana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(3) Pendayagunaan pramasukana dan masukana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawaban penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan.
Pasal 107
(1) Pemda sanggup mempersembahkan menolongan pramasukana dan masukana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
(2) Gubernur memutuskan standar pramasukana dan masukana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Gubernur sanggup mempersembahkan penghargaan atau kegampangan kepada masyarakat dan/atau pelaku perjuangan yang mempersembahkan menolongan pramasukana dan masukana pendidikan.
(2) Pemdiberian penghargaan atau kegampangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Pramasukana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penerapan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung.
(4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Penghapusan pramasukana dan masukana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu Evaluasi
Pasal 111
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk tiruana jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 112
(1) Evaluasi hasil berguru peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil berguru peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemda dan/atau forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Gubernur.
Pasal 113
(1) Lembaga sanggup berdiri diatas kaki sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), sanggup melaksanakan fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Akreditasi
Pasal 114
(1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas memmenolong pelaksanaan pengukuhan yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal.
(2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan pengukuhan terhadap jadwal keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara adil, adil, transparan, dan komprehensif dengan memakai instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan.
(4) Prosedur pelaksanaan pengukuhan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
Satuan pendidikan yang sudah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 116
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan akta kompetensi.
(2) Ijazah didiberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi berguru dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi didiberikan penyelenggara pendidikan dan forum petes kepada peserta didik dan masyarakat masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau forum sertifikasi.
(4) Ketentuan terkena sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Satuan pendidikan sanggup memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berafiliasi dengan forum pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawaban bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan dan akuntabel.
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 119
(1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan Pemda bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengalokasian Dana Pendidikan
Paragraf 1
Kewajiban
Pasal 120
(1) Pemda wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain penghasilan pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan.
(3) Pemda wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan kejadian tertentu.
(4) Pemda sanggup mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk menolongan biaya pendidikan.
Pasal 121
Pemda wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Paragraf 2
Beasiswa
Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang bisa berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Peserta didik yang berprestasi sanggup memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemda dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme pemdiberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur.
(4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 123
(1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD maupun APBN.
(2) Gubernur sanggup melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawabanan serta pengawasan keuangan pendidikan.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemda berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabannya.
(4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabannya.
(5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(6) Ketentuan lebih lanjut terkena Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 124
Pemda sanggup melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Bagian Kedua
Pembukaan
Pasal 125
(1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib mempunyai izin penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib mempunyai izin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
(3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan:
a. izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b. izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak sanggup dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun.
(7) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penambahan dan Penggabungan
Pasal 126
(1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau jadwal keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme penambahan dan penggabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penutupan
Pasal 127
(1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan sanggup ditutup.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah ditutup tidak boleh melaksanakan aktivitas berguru mengajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama
Pasal 128
Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pelatihan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Keenam
Lembaga Pendidikan Asing
Pasal 129
(1) Lembaga pendidikan gila sanggup menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan forum pendidikan asing, wajib mempersembahkan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewargguagaraan dan muatan lokal bagi peserta didik.
(3) Lembaga pendidikan gila sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berafiliasi dengan forum pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan masyarakat masyarakat.
Pasal 130
Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara gila yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 131
(1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melaksanakan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu jadwal penjaminan mutu yang mempunyai sasaran dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132
Gubernur berkewajiban melaksanakan pelatihan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta sanggup berafiliasi dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum
Pasal 133
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan mencakup peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan.
(4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup beberapa aspek partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan penilaian jadwal pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang homogen pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal;
(5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 134
(1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan sanggup berupa bantuan pendidik dan tenaga kependidikan, dana, pramasukana dan masukana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan.
(2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan sanggup berupa penyediaan tenaga mahir dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan sanggup berupa penyediaan fasilitas pramasukana dan masukana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan sanggup berupa pemdiberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pasal 135
(1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa pembentukan forum penilaian dan/atau forum pengukuhan mandiri.
(3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban mendapatkan peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pelatihan satuan pendidikan.
Pasal 136
(1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan sanggup berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, memanfaatkan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaenteng informasi.
(2) Dunia usaha/dunia industri sanggup menyelenggarakan jadwal penelitian dan pengembangan, berafiliasi dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137
(1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi jadwal pendidikan, Pemda bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku perjuangan dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi sanggup membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputuskan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Dewan Pendidikan
Pasal 138
(1) Dewan Pendidikan ialah wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang mencakup perencanaan, pengawasan dan penilaian jadwal pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten manajemen kepulauan seribu.
Pasal 139
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur.
(2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif.
Bagian Ketiga
Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal
Pasal 140
(1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen ialah wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan mencakup perencanaan, pengawasan dan penilaian jadwal pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tidak mempunyai kekerabatan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen sanggup terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang tidak sama jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan.
Bagian Keempat
Penghargaan
Pasal 141
(1) Pemda sanggup mempersembahkan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang pendidikan.
(2) Pemdiberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KERJASAMA
Pasal 142
(1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan sanggup melaksanakan kerjasama dengan forum pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 143
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip profesional, transparan dan akuntabel.
Pasal 144
Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan ialah kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas.
Pasal 145
Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pelatihan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 146
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a hingga dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) sanggup dikenakan hukuman manajemen berupa:
a. peringatan tertulis;
b. peniadaan izin prinsip dan izin operasional;
c. pencabutan izin operasional.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polisi Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam perda ini sanggup dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemda yang pengangkatannya diputuskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan kiprah penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. mendapatkan laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melaksanakan tindakan pertama pada ketika itu di tempat kejadian dan melaksanakan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan mengusut tanda pengenal diri tersangka;
d. melaksanakan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. menhadirkan spesialis yang dibutuhkan dalam hubungannya dengan investigasi perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau kejadian terebut bukan ialah tindak pelanggaran
dan selanjutnya memdiberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain berdasarkan aturan yang sanggup dipertanggung- jawabankan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melaksanakan penangkapan dan penahanan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat diberita jadwal setiap tindakan perihal:
a. investigasi tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. investigasi surat;
e. investigasi saksi;
f. investigasi ditempat kejadian;
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling usang 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah tindak pidana pelanggaran.
BAB XXII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 151
Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang sudah diputuskan sebelum diputuskannya perda ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak berperihalan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam perda ini.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan perda ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA
NIP.140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
I. UMUM
Tidak sanggup dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan memegang kiprah penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang berkarakter sanggup membuat DKI Jakarta sebagai sentra pendidikan dan/atau sentra pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan masukana dan pramasukana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang ialah cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa menhadir.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang besar lengan berkuasa dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya insan berkarakter melalui pendidikan yang berkarakter sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga bisa menjawaban aneka macam tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan ialah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan ialah salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta memutuskan perda tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis serta bertanggung jawaban. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan ekspansi dan pemerataan peluang memperoleh pendidikan yang berkarakter bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) memmenolong dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh semenjak usia dini hingga simpulan hidup dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas forum pendidikan sebagai sentra pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, seni manajemen yang dilakukan dalam pembangunan di bidang pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta watak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan masukana berguru yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan kiprah serta masyarakat; (l) sentra pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui seni manajemen tersebut, diharapkan tujuan pendidikan sanggup terwujud secara efektif dengan melibatkan aneka macam pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan dan seni manajemen dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, dibutuhkan pengaturan biar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang fundamental bagi masyarakat masyarakat di bidang pendidikan. Oleh alasannya ialah itu, dibutuhkan perda sebagai landasan aturan bagi tiruana unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat tiruana pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat.
Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai perjuangan untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi:
a. nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama, sebagai umat insan serta tiruana kehidupan dan kekayaan alam ialah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b. demokratis, yang dimaksud demokratis ialah kebebasan berfikir dalam menyebarkan sikap dan kemampuan kepribadian dan talenta sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
c. ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan menyebarkan kreativitas peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran.
d. manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta bangsa dan negara Republik Indonesia;
e. tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan baik eksklusif maupun tidak eksklusif yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelabuin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penerapan hak asasi insan dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f. pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g. seimbang, harmonis dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, harmonis dan selaras dengan perikehidupan.
h. memanfaatkan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ialah peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i. budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa Indonesia.
j. keterbukaan ialah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemda membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k. bertanggung jawaban, yang dimaksud bertanggung jawaban ialah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal, dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan.
l. kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian jadwal lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.
Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna ialah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta aneka macam kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat ialah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud pendidikan yang berkarakter ialah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, mencakup standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, masukana dan pramasukana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat mempunyai kelainan fisik ialah masyarakat masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat)
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mempunyai kelainan mental ialah kelainan dalam kemampuan intelektual yang sanggup menyebabkan/disertai dengan kelabubatan pada gerak motoriknya atau juga sanggup dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya.
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mempunyai kelainan emosional ialah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional)
Misalnya :
Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di ketika mana ia suka atau murung Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain :
a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu;
b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial;
c. anak yang mempunyai sikap menyimpang dari norma-norma masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan ialah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta pramasukana dan masukana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu berguru setiap hari ialah hari efektif sekolah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jadwal akselerasi ialah pengaturan jadwal pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan guru ialah pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yang dimaksud dengan tutor ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan menolongan berguru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sanggup berdiri diatas kaki sendiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pamong berguru ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, petes, pengembangan model jadwal pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
Yang dimaksud dengan pelatih ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan petes teknis pada kursus dan/atau petes.
Yang dimaksud dengan fasilitator ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan pelayanan pembelajaran pada forum pendidikan dan petes.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial ialah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan metode berguru yang sesuai ialah penerapan metode – metode pembelajaran yang diubahsuaikan dengan karakteristik masyarakat belajar.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan ialah orang yang didiberikan tugas, wewenang dan tanggung jawaban dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pengembang ialah seseorang yang didiberi kiprah atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan ialah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan kiprah dan kewajibannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal ialah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan.
Huruf d
Untuk mempersembahkan layanan dan kegampangan tanpa diskriminasi pada tiruana jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemda antara lain dengan pembangunan masukana dan pramasukana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib berguru sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang bisa dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarikdanunik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai jawaban kemiskinan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Satuan pendidikan yang dimaksud ialah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan ialah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum ialah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan ekspansi pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan pendidikan akademik ialah pendidikan tinggi jadwal sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Yang dimaksud dengan pendidikan profesi ialah pendidikan tinggi setelah jadwal sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk mempunyai pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi ialah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk mempunyai pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu terbaik setara dengan jadwal sarjana.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
Ayat (3)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan jadwal layanan yang sudah ada ibarat Posyandu dan Bina Keluarga Balita.
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB).
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan TKQ ialah Taman Kanak-kanak yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an semenjak dini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Sekolah Menengah kejuruan dan MAK sanggup terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud jadwal keahlian ialah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia perjuangan dan industri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) ialah aneka macam pihak yang terkait dengan jadwal keahlian ibarat asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan ialah pemdiberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tuntidakboleh pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
pertolongan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang didiberikan oleh pemerintah daerah meliputi; menolongan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, menolongan penyelenggaraan aktivitas penelitian dan dedikasi kepada masyarakat, serta menolongan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi ialah kecakapan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melaksanakan koreksi diri, kecakapan dalam menentukan dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.
Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melaksanakan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kecakapan sosial ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan berafiliasi dengan sesama, kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan, tenggang rasa atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawaban sosial.
Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan dalam menentukan bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, menyebarkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melaksanakan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, lantaran itu aturannya ialah tanggung jawaban keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau aktivitas berguru dengan memakai materi berguru yang sanggup dikaji sendiri atau mandiri
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional ialah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang sanggup dilakukan melalui kerjasama Pemda dengan forum pendidikan gila yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah ialah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat ialah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, sentra aktivitas berguru masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau forum gila dalam wilayah aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya sanggup dilakukan di wilayah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kelas inklusif ialah layanan pendidikan yang mempersembahkan peluang bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk berguru gotong royong dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa ialah peserta didik yang mempunyai potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan.
Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh mahir yang relevan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh ialah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau jadwal pendidikan, masukana dan pramasukana harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda yang mencakup pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memfasilitasi ialah mempersembahkan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), menolongan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan ialah daerah-daerah yang berbatasan eksklusif dengan Provinsi DKI Jakarta.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan ialah data dan informasi tentang forum pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, masukana dan pramasukana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal ialah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah ialah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dimenolong Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Bahasa pengantar dalam pendidikan memakai bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III sanggup memakai bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini sanggup memakai bahasa daerah yang dikuasai peserta didik.
Ayat (2)
Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia ialah bahasa gila yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan profesional ialah pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, keahlian, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik ialah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan kiprah sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Yang dimaksud dengan kompetensi ialah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik ialah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum/silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatn teknologi pembelajaran;
g. penilaian belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan aneka macam potensi yang dimilikinya.
Huruf b
Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup beberapa aspek kepribadian yang:
a. mantap;
b. stabil;
c. dewasa;
d. arif dan bijaksana;
e. jujur;
f. berwibawa;
g. berakhlak mulia;
h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j. menyebarkan diri secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan berkelanjutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional ialah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial ialah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan diberinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar.
Ayat (4)
Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan ialah forum yang diputuskan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi ialah berdasarkan pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan :
a. jabatan lain untuk pendidik ialah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik.
b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan ialah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawaban Kantor Wilayah Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan resiko lain ialah proteksi kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Yang dimaksud komersialisasi pendidikan ialah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan semata-mata untuk memperoleh laba pribadi, kelompok dan/atau perusahaan.
Ayat (2)
Kegiatan yang dianggap merusak gambaran sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar ialah aktivitas yang menimbulkan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan ibarat pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya .
Pasal 104
Ayat (1)
penetapan daerah tidak boleh merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok.
Penetapan daerah tidak boleh merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, biar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi masukana dan pramasukana mencakup masukana (alat) penunjang aktivitas berguru dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan pramasukana ialah gedung tempat berlangsungnya aktivitas berguru mengajar.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud forum ialah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi peserta didik mencakup beberapa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, penilaian afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan ialah seluruh biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan, mencakup antara lain :
a. biaya investasi contohnya biaya pembangunan pramasukana dan masukana pendidikan, pengembangan sumber daya manusia;
b. biaya operasi pendidikan, contohnya telepon, air, listrik, penghasilan, dan alat tulis kantor;
c. Biaya personal mencakup biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud kejadian tertentu ialah kejadian-kejadian yang tidak terduga ibarat tragedi alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Yang dimaksud dengan kewajiban Pemda membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar ialah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan ialah kiprah serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud institusi pasangan ialah forum pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi kawan Sekolah Menengah kejuruan dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal151
Cukup jelas
Pasal152
Cukup jelas
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
:
a. bahwa pendidikan harus bisa menjawaban aneka macam tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan ekspansi akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b. bahwa pendidikan harus bisa mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu dibutuhkan sumber daya insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta bisa bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pendidikan ialah urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawaban pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk mempersembahkan kepastian aturan dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk perda tentang Sistem Pendidikan. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
24. perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72);
25. perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23);
26. perda Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
27. perda Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
28. perda Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
30. perda Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
melaluiataubersamaini Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam perda ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pemerintah ialah Pemerintah Pusat.
2. Daerah ialah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3. Pemda ialah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Gubernur ialah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5. Perangkat Daerah ialah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6. Dinas ialah Perangkat daerah yang bertanggungjawaban di bidang pendidikan.
7. Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen Agama ialah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8. Pendidikan ialah perjuangan sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, watak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9. Jalur pendidikan ialah wahana yang dilalui peserta didik untuk menyebarkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan ialah tahapan pendidikan yang diputuskan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
11. Jenis pendidikan ialah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
12. Satuan pendidikan ialah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
13. Pendidikan anak usia dini ialah suatu upaya pelatihan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemdiberian rangsangan pendidikan untuk memmenolong pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14. Pendidikan dasar ialah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta SMP (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
15. Pendidikan menengah ialah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat.
16. Pendidikan tinggi ialah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup beberapa aspek jadwal diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17. Pendidikan formal ialah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal ialah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang sanggup dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
19. Pendidikan informal ialah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
20. Pendidikan bertaraf internasional ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan memakai standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
21. Pendidikan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai tingkat kesusahan dalam mengikuti proses pembelajaran lantaran kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau mempunyai potensi kecerdasan dan talenta istimewa.
22. Pendidikan layanan khusus ialah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami tragedi alam, tragedi sosial, dan tidak bisa dari segi ekonomi.
23. Pendidikan jarak jauh ialah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya memakai aneka macam sumber berguru melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
24. Pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk sanggup menguasai, memahami, dan mengamalkan fatwa agama dan/atau menjadi mahir ilmu agama.
25. Pendidikan berbasis Daerah ialah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan pola kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia.
26. Pendidikan berbasis masyarakat ialah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan jadwal kesejahteraan sosial, jadwal pengasuhan anak, dan jadwal pendidikan anak semenjak lahir hingga dengan berusia 6 (enam) tahun.
28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan dan jadwal kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun hingga dengan 4 (empat) tahun.
29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut Taman Kanak-kanak ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ ialah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan jadwal pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
32. SD yang selanjutnya disebut SD ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama.
34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ ialah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas.
35. SMP yang selanjutnya disebut SMP ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut Sekolah Menengan Atas ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut Sekolah Menengah kejuruan ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB ialah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), SD Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), SMP Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB).
40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK ialah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM ialah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.
43. Majelis Taklim ialah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada masyarakat masyarakat.
44. Kurikulum ialah seperangkat planning dan pengaturan terkena tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
45. Pembelajaran ialah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar.
46. Evaluasi pendidikan ialah aktivitas pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap aneka macam komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawabanan penyeleng-garaan pendidikan.
47. Akreditasi ialah aktivitas penilaian kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang sudah diputuskan.
48. Sistem Informasi Pendidikan ialah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan mencakup forum pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, masukana dan pramasukana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang sanggup diakses oleh aneka macam pihak yang memerlukan.
49. Kompetensi ialah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan.
50. Standar pendidikan ialah kriteria minimal tentang aneka macam aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
51. Penyelenggara pendidikan ialah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
52. Penyelenggaraan pendidikan ialah aktivitas pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan biar proses pendidikan sanggup berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
53. Pengelola pendidikan ialah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
54. Pengelolaan pendidikan ialah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan biar pendidikan sanggup berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
55. Pendidik ialah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melaksanakan pembimbingan dan petes, serta melaksanakan penelitian dan dedikasi kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
56. Tenaga kependidikan ialah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik ialah masyarakat masyarakat yang berusaha menyebarkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS ialah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemda berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS ialah pengawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau tubuh aturan penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemda berdasarkan perjanjian kerja.
60. Wajib berguru ialah peserta didik yang mengikuti jadwal pendidikan minimal yang harus diikuti oleh masyarakat masyarakat atas tanggung jawaban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah ialah tubuh penilaian sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang memutuskan kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal ialah tubuh penilaian sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang memutuskan kelayakan jadwal dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
63. Dewan Pendidikan ialah forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang beranggotakan aneka macam unsur masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten.
64. Komite Sekolah/Madrasah ialah forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
65. Kepala Sekolah/Madrasah ialah guru yang didiberi kiprah tambahan sebagai Kepala satuan pendidikan.
66. Warga masyarakat ialah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan masyarakat negara gila yang tinggal di DKI Jakarta.
67. Masyarakat ialah kelompok masyarakat masyarakat non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
68. Budaya membaca ialah kebiasaan masyarakat masyarakat yang memakai sebagian waktunya sehari-hari secara sempurna guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaa bagi kehidupan.
69. Budaya berguru ialah kebiasaan masyarakat masyarakat yang memakai sebagian waktunya sehari-hari secara sempurna guna untuk berguru guna meningkatkan pengetahuan.
70. Budaya berguru di luar jam sekolah ialah kebiasaan masyarakat berguru memakai sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara sempurna guna untuk berguru di luar jam sekolah.
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak masyarakat masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan menyebarkan potensi peserta didik menjadi insan yang diberiman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, bisa bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawaban.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawaban bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang sangat bahagia, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan menyebarkan budaya membaca dan berguru bagi segenap masyarakat masyarakat.
(7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta mempersembahkan peluang kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Warga Masyarakat
Pasal 4
(1) Setiap masyarakat masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang berkarakter.
(2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.
(3) Warga masyarakat yang mempunyai kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga masyarakat yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.
(5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami petaka dan/atau tragedi sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, memanfaatkan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 5
(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) hingga 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah hingga tamat.
(2) Warga masyarakat mempersembahkan proteksi sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
(3) Warga masyarakat berkewajiban membuat dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya berguru di lingkungannya.
Bagian Kedua
Orangtua
Pasal 6
Orangtua berhak berperanserta dalam menentukan satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.
Pasal 7
(1) Orangtua berkewajiban mempersembahkan peluang yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.
(2) Orangtua berkewajiban mempersembahkan peluang kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.
(3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta memutuskan waktu berguru setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 hingga dengan 21.00 WIB.
(4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak bisa dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawaban Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Masyarakat
Pasal 8
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian jadwal pendidikan.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban mempersembahkan proteksi sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Peserta Didik
Pasal 10
(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
(2) Setiap peserta didik yang mempunyai kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan peluang jadwal akselerasi.
(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.
(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak bisa membiayai pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau menolongan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemda dan/atau Masyarakat.
(5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.
(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan mempersembahkan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
(1) Setiap peserta didik berkewajiban merampungkan jadwal pendidikan sesuai kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang diputuskan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
(3) Setiap peserta didik berkewajiban berguru setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 hingga dengan 21.00.
(4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara masukana dan pramasukana serta kemembersihkanan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Paragraf 1 Pendidik
Pasal 12
Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan kiprah berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. memperoleh proteksi dalam melaksanakan kiprah dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh peluang untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan masukana dan pramasukana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f. mempunyai kebebasan dalam mempersembahkan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau hukuman kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. mempunyai kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu kiprah dan kewajibannya;
i. mempunyai peluang untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh peluang untuk menyebarkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh petes dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan kiprah guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan berguru yang berkarakter serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. mempersembahkan tauladan dan menjaga nama baik forum dan profesi;
c. meningkatkan dan menyebarkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. memotivasi peserta didik melaksanakan waktu berguru di luar jam sekolah;
e. mempersembahkan keteladanan dan membuat budaya membaca dan budaya belajar;
f. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelabuin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilai- nilai agama, dan etika;
h. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan kiprah berhak:
a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban kiprah serta prestasi kerja;
b. memperoleh penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan petes sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan forum pendidikan nonformal;
d. memperoleh proteksi aturan dalam melaksanakan tugas;
e. mempunyai kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu kiprah dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan kiprah Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :
a. menyusun planning pembelajaran;
b. melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan memakai kurikulum, masukana belajar, media pembelajaran, materi ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c. mengevaluasi hasil berguru peserta didik;
d. menganalisis hasil penilaian berguru peserta didik;
e. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam aktivitas pendidikan nonformal;
f. menyebarkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g. melaporkan kemajuan belajar.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja;
c. pelatihan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. proteksi aturan dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. membuat suasana pendidikan yang bermakna, sangat bahagia, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c. mempersembahkan tauladan dan menjaga nama baik forum dan profesi;
d. mempersembahkan keteladan dan membuat budaya membaca dan budaya belajar;
e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pemerintah Daerah
Pasal 16
Pemda wajib:
a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b. memutuskan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c. memutuskan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d. mempersembahkan layanan dan kegampangan, serta menjamin pendidikan yang berkarakter bagi masyarakat masyarakat tanpa diskriminasi;
e. menyediakan dana guna penuntasan wajib berguru 9 tahun.
f. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib berguru 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak bisa dan anak terlantar;
g. pemdiberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h. mempersembahkan peluang seluas-luasnya kepada masyarakat masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkarakter;
j. memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
k. mendorong dan mengawasi pelaksanaan aktivitas jam wajib berguru peserta didik di rumah;
l. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan menyebarkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang berkarakter;
o. memfasilitasi masukana dan pramasukana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang berkarakter;
p. mempersembahkan proteksi kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q. menumbuhkembangkan motivasi, mempersembahkan stimulasi dan fasilitas, serta membuat iklim yang aman bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang sanggup saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(3) Jenis pendidikan mencakup beberapa aspek pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemda dan/atau Masyarakat, sanggup diwujudkan dalam bentuk:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan tinggi;
e. pendidikan nonformal;
f. pendidikan informal;
g. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h. pendidikan khusus dan layanan khusus;
i. pendidikan jarak jauh;
j. pendidikan keagamaan.
Bagian Kedua
Pendidikan anak usia dini
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan menyebarkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk sikap dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya biar mempunyai kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawaban;
b. menyebarkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan sangat bahagia.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20
(1) Pendidikan anak usia dini sanggup diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ialah pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.
(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sanggup berupa pendidikan umum, keagamaan dan khusus.
Pasal 21
Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat mempunyai jadwal pembelajaran satu tahun atau dua tahun.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 22
(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia semenjak lahir hingga berusia 6 (enam) tahun.
(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun hingga 4 (empat) tahun.
(3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia semenjak 4 (empat) tahun hingga 6 (enam) tahun.
(4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun hingga dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 23
Pengelompokan peserta didik untuk jadwal pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat diubahsuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.
Pasal 24
Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal sanggup pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 hingga dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Pendidikan Dasar Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta mempersembahkan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas berguru peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi masyarakat masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawaban untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 27
(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali jadwal akselerasi.
(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sanggup berupa pendidikan umum, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 28
(1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat sanggup berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), sanggup diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat ialah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sanggup pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.
(5) Peserta didik yang berguru secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri sanggup pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Peserta didik yang berguru di negara lain pada jenjang pendidikan dasar sanggup pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 hingga dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 31
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk sanggup melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi insan produktif dan bisa bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja.
Pasal 32
(1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik biar menjadi insan diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis dan bertanggungjawaban untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk insan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, mempunyai keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawaban serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk insan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, mempunyai sikap wirausaha dan mempersembahkan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Sekolah Menengan Atas dan MA dikelompokkan dalam jadwal studi sesuai dengan kebutuhan untuk berguru lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.
(4) Sekolah Menengan Atas dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali jadwal akselerasi dan untuk Sekolah Menengah kejuruan dan MAK sanggup ditambah satu tingkat.
(5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Pasal 34
(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.
(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih jadwal keahlian.
(3) Pengembangan jenis jadwal keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia perjuangan ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk jadwal keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.
(4) Penataan dan pengembangan spektrum jadwal keahlian dilaksanakan Pemda setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 35
Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat ialah masyarakat masyarakat yang sudah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sanggup pindah jadwal keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.
(2) Peserta didik yang berguru di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 hingga dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, mencakup :
a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat;
b. penelitian untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c. dedikasi kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan:
a. menyebarkan potensi peserta didik biar menjadi insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, diberilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi masyarakat negara yang demokratis dan bertanggung jawaban, mempunyai wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, diberintegritas dan taat kepada aturan termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b. membentuk insan yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan berkarakter secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta mempunyai profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa.
Paragraf 2
Penyelenggaraan
Pasal 39
(1) Pemda sanggup menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemda mendukung dan/atau memmenolong penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik.
(3) Pemda mempersembahkan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta pelatihan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemda sanggup mempersembahkan pelatihan dan maslahat tambahan terhadap dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemda mendukung dan/atau memmenolong penyelenggaran aktivitas ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah.
(6) Pemda mendukung dan/atau memmenolong aktivitas ekstrakurikuler mahasiswa, penyelesaian kiprah simpulan bagi mahasiswa yang tidak bisa dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 40
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau komplemen pendidikan formal bagi masyarakat masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk menyebarkan potensinya dengan pengutamaan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk insan yang mempunyai kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41
(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk:
a. forum kursus;
b. forum petes;
c. kelompok belajar;
d. sentra aktivitas berguru masyarakat;
e. majelis taklim, dan
f. satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan forum petes menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk menyebarkan diri, menyebarkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(3) Kelompok berguru menyelenggarakan aktivitas untuk menampung dan memenuhi kebutuhan berguru sekelompok masyarakat masyarakat yang ingin berguru melalui jalur pendidikan nonformal.
(4) Pusat aktivitas berguru masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan aneka macam jadwal pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar berguru dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi aneka macam kebutuhan berguru masyarakat pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 42
Program pendidikan nonformal meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan petes kerja;
g. pendidikan kesetaraan; serta
h. pendidikan lainnya
Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a ialah pendidikan yang mempersembahkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(3) Pendidikan kecakapan hidup sanggup dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri.
Pasal 44
(1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c ialah pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.
(2) Pendidikan kepemudaan berfungsi menyebarkan potensi perjaka dengan pengutamaan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi perjaka sebagai kader pemimpin bangsa.
(3) Pendidikan kepemudaan mencakup beberapa aspek aneka macam bentuk pendidikan dan petes di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45
(1) Pendidikan pemberdayaan wanita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d ialah pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
(2) Pendidikan pemberdayaan wanita berfungsi meningkatkan kemampuan wanita dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika wanita biar bisa memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan pemberdayaan wanita mencakup beberapa aspek:
a. peningkatan terusan pendidikan bagi perempuan;
b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.
Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e ialah pendidikan bagi masyarakat masyarakat yang buta huruf biar mereka sanggup membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi mempersembahkan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang sanggup dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
(4) Pendidikan keterampilan dan petes kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f ialah pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan pengutamaan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi insan produktif.
(5) Pendidikan keterampilan dan petes kerja berfungsi untuk meningkatkan dan menyebarkan kemampuan peserta didik dengan pengutamaan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi insan produktif.
Pasal 48
(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g ialah jadwal pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup beberapa aspek jadwal Paket A, Paket B, dan Paket C.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan nonformal.
(3) Program Paket A berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SD/MI.
(4) Program Paket B berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SMP/MTs.
(5) Program Paket C berfungsi mempersembahkan pendidikan umum setara SMA/MA.
(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 49
(1) Peserta didik pada forum pendidikan, forum kursus, dan forum petes ialah masyarakat masyarakat yang memerlukan bekal untuk menyebarkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Peserta didik pada kelompok berguru dan sentra aktivitas berguru masyarakat ialah masyarakat masyarakat yang ingin berguru untuk menyebarkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(3) Peserta didik pada majelis taklim ialah masyarakat muslim yang ingin berguru dan mendalami fatwa Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup.
(4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan ialah masyarakat masyarakat pemuda.
(5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan ialah masyarakat masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum sanggup membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A ialah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI.
(7) Peserta didik pada Program Paket B ialah anggota masyarakat yang sudah lulus jadwal Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs.
(8) Peserta didik pada Program Paket C ialah anggota masyarakat yang sudah lulus jadwal Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 hingga dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 51
(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya menyebarkan potensi masyarakat masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan informal bertujuan untuk mempersembahkan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Bentuk dan Kegiatan
Pasal 52
(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk aktivitas pembelajaran secara mandiri.
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui aneka macam aktivitas sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 53
Peserta didik pada pendidikan informal ialah setiap masyarakat masyarakat.
Paragraf 4
Pengakuan Hasil Pendidikan Informal
Pasal 54
(1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal setelah melalui ujian oleh forum yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 55
(1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai masukana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkarakter internasional.
(2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai masukana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang bisa menyebarkan keunggulan daerah.
(4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang bisa menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 56
(1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.
(3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk forum kursus, forum petes serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 57
(1) Pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(3) Masyarakat sanggup menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(4) Pemda membimbing dan memmenolong masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 hingga dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 59
(1) Pendidikan khusus berfungsi mempersembahkan layanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai tingkat kesusahan dalam mengikuti proses pembelajaran lantaran hambatan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami hambatan fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk menyebarkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.
(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa bertujuan untuk menyebarkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan talenta istimewa yang dimilikinya.
(4) Pendidikan layanan khusus berfungsi mempersembahkan layanan pendidikan bagi peserta didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami tragedi alam, dan tragedi sosial.
(5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk mempersembahkan layanan pendidikan secara berkesinambungan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 60
(1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai hambatan fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.
(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sanggup diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk penyelenggaraan jadwal pendidikan khusus bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.
(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa sanggup berupa jadwal percepatan, jadwal pengayaan, atau adonan jadwal percepatan dan jadwal pengayaan.
(6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk forum kursus, kelompok belajar, forum petes serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) sanggup berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 61
Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus ialah masyarakat masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59.
Paragraf 4 Penyelenggaraan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 hingga dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 63
Pemda dan/atau masyarakat sanggup menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 64
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai fatwa agamanya dan/atau menjadi mahir ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai fatwa agamanya dan/atau menjadi mahir ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diberiman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Paragraf 2
Jalur dan Bentuk Pendidikan
Pasal 65
Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah daerah sanggup memdiberi menolongan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 hingga dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VI
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:
a. Pemerataan terusan pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c. Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada jadwal kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemda didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada planning strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada planning strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
Bagian Kedua
Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 70
(1) Gubernur bertanggung jawaban mengelola sistem pendidikan di daerah dan memutuskan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c. Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat:
a. Semua Perangkat Daerah;
b. Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan;
c. Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d. Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e. Dewan Pendidikan Provinsi;
f. Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g. Pendidik dan tenaga kependidikan;
h. Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i. Peserta didik;
j. Orangtua/wali peserta didik;
k. Masyarakat;
l. Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 71
(1) Pemda mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemda bertanggung jawaban:
a. menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemda dan/atau masyarakat;
d. memmenolong penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e. merampungkan jadwal wajib berguru pendidikan dasar sembilan tahun;
f. merampungkan jadwal buta aksara;
g. mendorong percepatan pencapaian sasaran nasional bidang pendidikan didaerah;
h. mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i. mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j. menyebarkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi.
Pasal 72
(1) Pemda melaksanakan pelatihan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau jadwal pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Pemda melaksanakan pengukuhan terhadap satuan pendidikan dan/atau jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk melaksanakan pengukuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur membentuk tubuh pengukuhan provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pasal 73
(1) Pemda menyebarkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup beberapa aspek data dan informasi pendidikan pada tiruana jalur, jenjang, jenis, satuan, jadwal pendidikan.
(3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk menyebarkan dan melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemda dan sanggup diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan oleh Badan Hukum
Penyelenggara
Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal
Pasal 74
(1) Badan aturan penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau tubuh aturan penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawaban terhadap satuan dan/atau jadwal pendidikan yang diselenggarakan.
(2) Tanggung jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b. menjamin terusan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi syarat hingga batas daya tampung satuan pendidikan;
c. mensupervisi dan memmenolong satuan dan/atau jadwal pendidikan yang diselenggarakannya dalam melaksanakan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d. memfasilitasi pengukuhan satuan dan/atau jadwal pendidikan oleh tubuh pengukuhan sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e. tanggung jawaban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f. membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pasal 75
Pengelolaan oleh satuan pendidikan mencakup perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan masukana dan pramasukana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal.
Pasal 76
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut terkena standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII
KURIKULUM
Pasal 77
(1) Kurikulum jadwal aktivitas berguru pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus memakai standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal.
(3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
Pasal 78
(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal sanggup dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai diberikut:
a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b. bermacam-macam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. berguru sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN
Pasal 79
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat:
a. pindah satuan atau jadwal pendidikan;
b. mengambil jadwal atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau tidak sama sesuai perakuratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur.
Pasal 80
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sanggup mengambil mata pelajaran atau jadwal pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal sanggup mengambil mata pelajaran atau jadwal pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban berguru pendidikan nonformal yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara pengambilan mata pelajaran atau jadwal pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur.
BAB IX
BAHASA PENGANTAR
Pasal 81
(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan memakai Bahasa Indonesia.
(2) Bahasa gila sanggup dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
BAB X
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum
Pasal 82
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ialah tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 83
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus mempunyai kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai distributor pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah tingkat pendidikan minimal S1 atau D IV.
(3) Kompetensi sebagai distributor pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi:
a. kompetensi pedagogik,
b. kompetensi kepribadian,
c. kompetensi profesional, dan
d. kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak mempunyai ijazah dan/atau akta keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi mempunyai keahlian khusus yang diakui dan dibutuhkan sanggup diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Ketentuan terkena persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 84
(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana diputuskan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi.
(4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas.
(5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 86
(1) Pemindahan kiprah pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilaksanakan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan kiprah pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pelatihan karier dan peningkatan mutu pendidikan.
Pasal 87
(1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. undangan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. eksekusi jabatan;
b. jawaban pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan aturan tetap.
c. melaksanakan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d. menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan menyebarkan pendidik dan tenaga kependidikan.
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, mencakup pendidikan dan petes, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan petes pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau menyebarkan kemampuan dan profesionalisme.
Pasal 90
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas.
Pasal 91
(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda menjadi tanggung jawaban Kepala Dinas.
(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawaban penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 92
Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasal 93
Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibentuk antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan.
(2) Pemda sanggup mempersembahkan subsidi tuntidakboleh fungsional kepada pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(3) Dunia perjuangan dan Dunia Industri sanggup memmenolong kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut terkena kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 96
(1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan didiberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup didiberikan Pemda dan/atau dunia perjuangan dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sanggup juga didiberikan dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut terkena pemdiberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 97
(1) Perlindungan didiberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. proteksi aturan yang mencakup beberapa aspek terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b. proteksi profesi yang mencakup beberapa aspek proteksi terhadap pelaksanaan kiprah sebagai tenaga profesional yang mencakup pemutusan kekerabatan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemdiberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang sanggup menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c. proteksi keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup beberapa aspek proteksi terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, tragedi alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Bagian Kedelapan
Organisasi Profesi
Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan sanggup menjadi anggota organisasi profesi sebagai wadah yang bersifat sanggup berdiri diatas kaki sendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu kiprah dan tanggung jawaban.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan dan/atau menyebarkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan.
(3) Pemda sanggup memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pelatihan dan pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan
Pendidik Warga Negara Asing
Pasal 99
(1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan sanggup meminta masyarakat negara gila yang mempunyai ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat dibutuhkan sebagai pendidik.
(2) Pendidik masyarakat negara gila sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM
Paragraf 1
Umum
Pasal 100
(1) Untuk sanggup diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain mempunyai standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil investigasi kesehatan menyeluruh dari dokter;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan aturan tetap lantaran melaksanakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e. mempunyai komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f. mempunyai kemampuan manajemen pendidikan;
g. mempunyai pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun semenjak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat kiprah tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 101
(1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
(3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 102
(1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan kiprah dan tanggungjawaban, pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dimenolong Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawaban atas penyelenggaraan aktivitas pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara masukana dan pramasukana pendidikan.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawaban atas pelaksanaan jadwal wajib berguru 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya.
(4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib berguru di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik.
(5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan kiprah dan tanggung jawaban secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama.
(6) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme dan tata cara pertanggungjawabanan pelaksanaan kiprah dan tanggung jawaban kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 103
(1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat berguru mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
(2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang aktivitas yang dianggap merusak gambaran sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik.
Pasal 104
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan daerah sekolah / madrasah/ PKBM yang membersihkan, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta tidak boleh merokok.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penerapan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pelaksanaan daerah sekolah/madrasah/PKBM yang membersihkan, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta tidak boleh merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penerapan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Asosiasi
Pasal 105
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sanggup membentuk asosiasi sebagai wadah yang bersifat mandiri.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan menyebarkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena pembentukan asosiasi Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 106
(1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan pramasukana dan masukana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Pengadaan pramasukana dan masukana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(3) Pendayagunaan pramasukana dan masukana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawaban penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan.
Pasal 107
(1) Pemda sanggup mempersembahkan menolongan pramasukana dan masukana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
(2) Gubernur memutuskan standar pramasukana dan masukana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Gubernur sanggup mempersembahkan penghargaan atau kegampangan kepada masyarakat dan/atau pelaku perjuangan yang mempersembahkan menolongan pramasukana dan masukana pendidikan.
(2) Pemdiberian penghargaan atau kegampangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Pramasukana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penerapan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung.
(4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Penghapusan pramasukana dan masukana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu Evaluasi
Pasal 111
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk tiruana jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 112
(1) Evaluasi hasil berguru peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil berguru peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan jadwal pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemda dan/atau forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Gubernur.
Pasal 113
(1) Lembaga sanggup berdiri diatas kaki sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), sanggup melaksanakan fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Akreditasi
Pasal 114
(1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas memmenolong pelaksanaan pengukuhan yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal.
(2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan pengukuhan terhadap jadwal keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara adil, adil, transparan, dan komprehensif dengan memakai instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan.
(4) Prosedur pelaksanaan pengukuhan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
Satuan pendidikan yang sudah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 116
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan akta kompetensi.
(2) Ijazah didiberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi berguru dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi didiberikan penyelenggara pendidikan dan forum petes kepada peserta didik dan masyarakat masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau forum sertifikasi.
(4) Ketentuan terkena sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Satuan pendidikan sanggup memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berafiliasi dengan forum pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawaban bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan dan akuntabel.
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 119
(1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan Pemda bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengalokasian Dana Pendidikan
Paragraf 1
Kewajiban
Pasal 120
(1) Pemda wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain penghasilan pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan.
(3) Pemda wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan kejadian tertentu.
(4) Pemda sanggup mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk menolongan biaya pendidikan.
Pasal 121
Pemda wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Paragraf 2
Beasiswa
Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang bisa berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Peserta didik yang berprestasi sanggup memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemda dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme pemdiberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur.
(4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 123
(1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD maupun APBN.
(2) Gubernur sanggup melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawabanan serta pengawasan keuangan pendidikan.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemda berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabannya.
(4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta tubuh aturan penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabannya.
(5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(6) Ketentuan lebih lanjut terkena Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 124
Pemda sanggup melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Bagian Kedua
Pembukaan
Pasal 125
(1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib mempunyai izin penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib mempunyai izin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
(3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan:
a. izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b. izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak sanggup dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun.
(7) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penambahan dan Penggabungan
Pasal 126
(1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau jadwal keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme penambahan dan penggabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penutupan
Pasal 127
(1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemda dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan sanggup ditutup.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sudah ditutup tidak boleh melaksanakan aktivitas berguru mengajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena mekanisme penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama
Pasal 128
Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pelatihan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Keenam
Lembaga Pendidikan Asing
Pasal 129
(1) Lembaga pendidikan gila sanggup menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan forum pendidikan asing, wajib mempersembahkan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewargguagaraan dan muatan lokal bagi peserta didik.
(3) Lembaga pendidikan gila sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berafiliasi dengan forum pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan masyarakat masyarakat.
Pasal 130
Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara gila yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 131
(1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melaksanakan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu jadwal penjaminan mutu yang mempunyai sasaran dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132
Gubernur berkewajiban melaksanakan pelatihan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta sanggup berafiliasi dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum
Pasal 133
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan mencakup peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sanggup berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan.
(4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup beberapa aspek partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan penilaian jadwal pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang homogen pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal;
(5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 134
(1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan sanggup berupa bantuan pendidik dan tenaga kependidikan, dana, pramasukana dan masukana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan.
(2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan sanggup berupa penyediaan tenaga mahir dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan sanggup berupa penyediaan fasilitas pramasukana dan masukana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan sanggup berupa pemdiberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pasal 135
(1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa pembentukan forum penilaian dan/atau forum pengukuhan mandiri.
(3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban mendapatkan peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan sanggup berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pelatihan satuan pendidikan.
Pasal 136
(1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan sanggup berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, memanfaatkan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaenteng informasi.
(2) Dunia usaha/dunia industri sanggup menyelenggarakan jadwal penelitian dan pengembangan, berafiliasi dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137
(1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi jadwal pendidikan, Pemda bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku perjuangan dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi sanggup membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diputuskan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Dewan Pendidikan
Pasal 138
(1) Dewan Pendidikan ialah wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang mencakup perencanaan, pengawasan dan penilaian jadwal pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai forum sanggup berdiri diatas kaki sendiri berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten manajemen kepulauan seribu.
Pasal 139
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur.
(2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif.
Bagian Ketiga
Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal
Pasal 140
(1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen ialah wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan mencakup perencanaan, pengawasan dan penilaian jadwal pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen berperan mempersembahkan pertimbangan, masukan, dan proteksi tenaga, pramasukana dan masukana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tidak mempunyai kekerabatan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen sanggup terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang tidak sama jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan.
Bagian Keempat
Penghargaan
Pasal 141
(1) Pemda sanggup mempersembahkan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang pendidikan.
(2) Pemdiberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KERJASAMA
Pasal 142
(1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan sanggup melaksanakan kerjasama dengan forum pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut terkena tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 143
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang homogen melaksanakan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip profesional, transparan dan akuntabel.
Pasal 144
Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan ialah kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas.
Pasal 145
Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pelatihan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 146
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a hingga dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) sanggup dikenakan hukuman manajemen berupa:
a. peringatan tertulis;
b. peniadaan izin prinsip dan izin operasional;
c. pencabutan izin operasional.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polisi Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam perda ini sanggup dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemda yang pengangkatannya diputuskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan kiprah penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. mendapatkan laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melaksanakan tindakan pertama pada ketika itu di tempat kejadian dan melaksanakan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan mengusut tanda pengenal diri tersangka;
d. melaksanakan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. menhadirkan spesialis yang dibutuhkan dalam hubungannya dengan investigasi perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau kejadian terebut bukan ialah tindak pelanggaran
dan selanjutnya memdiberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain berdasarkan aturan yang sanggup dipertanggung- jawabankan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melaksanakan penangkapan dan penahanan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat diberita jadwal setiap tindakan perihal:
a. investigasi tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. investigasi surat;
e. investigasi saksi;
f. investigasi ditempat kejadian;
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling usang 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ialah tindak pidana pelanggaran.
BAB XXII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 151
Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang sudah diputuskan sebelum diputuskannya perda ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak berperihalan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam perda ini.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
perda ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan perda ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA
NIP.140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
I. UMUM
Tidak sanggup dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan memegang kiprah penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang berkarakter sanggup membuat DKI Jakarta sebagai sentra pendidikan dan/atau sentra pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan masukana dan pramasukana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang ialah cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa menhadir.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang besar lengan berkuasa dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya insan berkarakter melalui pendidikan yang berkarakter sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga bisa menjawaban aneka macam tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan ialah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan ialah salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta memutuskan perda tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi insan yang diberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, diberilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi masyarakat negara yang demokratis serta bertanggung jawaban. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan ekspansi dan pemerataan peluang memperoleh pendidikan yang berkarakter bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) memmenolong dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh semenjak usia dini hingga simpulan hidup dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas forum pendidikan sebagai sentra pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, seni manajemen yang dilakukan dalam pembangunan di bidang pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta watak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan masukana berguru yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan kiprah serta masyarakat; (l) sentra pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui seni manajemen tersebut, diharapkan tujuan pendidikan sanggup terwujud secara efektif dengan melibatkan aneka macam pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan dan seni manajemen dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, dibutuhkan pengaturan biar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang fundamental bagi masyarakat masyarakat di bidang pendidikan. Oleh alasannya ialah itu, dibutuhkan perda sebagai landasan aturan bagi tiruana unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat tiruana pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat.
Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai perjuangan untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi:
a. nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama, sebagai umat insan serta tiruana kehidupan dan kekayaan alam ialah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b. demokratis, yang dimaksud demokratis ialah kebebasan berfikir dalam menyebarkan sikap dan kemampuan kepribadian dan talenta sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
c. ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan menyebarkan kreativitas peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran.
d. manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta bangsa dan negara Republik Indonesia;
e. tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan baik eksklusif maupun tidak eksklusif yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelabuin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penerapan hak asasi insan dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f. pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g. seimbang, harmonis dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, harmonis dan selaras dengan perikehidupan.
h. memanfaatkan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ialah peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i. budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa Indonesia.
j. keterbukaan ialah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemda membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k. bertanggung jawaban, yang dimaksud bertanggung jawaban ialah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal, dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan.
l. kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian jadwal lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.
Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna ialah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta aneka macam kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat ialah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud pendidikan yang berkarakter ialah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, mencakup standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, masukana dan pramasukana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat mempunyai kelainan fisik ialah masyarakat masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat)
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mempunyai kelainan mental ialah kelainan dalam kemampuan intelektual yang sanggup menyebabkan/disertai dengan kelabubatan pada gerak motoriknya atau juga sanggup dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya.
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mempunyai kelainan emosional ialah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional)
Misalnya :
Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di ketika mana ia suka atau murung Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan masyarakat masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain :
a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu;
b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial;
c. anak yang mempunyai sikap menyimpang dari norma-norma masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan ialah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta pramasukana dan masukana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu berguru setiap hari ialah hari efektif sekolah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jadwal akselerasi ialah pengaturan jadwal pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan guru ialah pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yang dimaksud dengan tutor ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan menolongan berguru kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sanggup berdiri diatas kaki sendiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pamong berguru ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, petes, pengembangan model jadwal pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
Yang dimaksud dengan pelatih ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan petes teknis pada kursus dan/atau petes.
Yang dimaksud dengan fasilitator ialah tenaga pendidik yang mempersembahkan pelayanan pembelajaran pada forum pendidikan dan petes.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial ialah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan metode berguru yang sesuai ialah penerapan metode – metode pembelajaran yang diubahsuaikan dengan karakteristik masyarakat belajar.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan ialah orang yang didiberikan tugas, wewenang dan tanggung jawaban dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pengembang ialah seseorang yang didiberi kiprah atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan ialah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan kiprah dan kewajibannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal ialah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan.
Huruf d
Untuk mempersembahkan layanan dan kegampangan tanpa diskriminasi pada tiruana jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemda antara lain dengan pembangunan masukana dan pramasukana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib berguru sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang bisa dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarikdanunik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai jawaban kemiskinan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Satuan pendidikan yang dimaksud ialah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan ialah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum ialah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan ekspansi pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan pendidikan akademik ialah pendidikan tinggi jadwal sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Yang dimaksud dengan pendidikan profesi ialah pendidikan tinggi setelah jadwal sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk mempunyai pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi ialah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk mempunyai pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu terbaik setara dengan jadwal sarjana.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
Ayat (3)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan jadwal layanan yang sudah ada ibarat Posyandu dan Bina Keluarga Balita.
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB).
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan TKQ ialah Taman Kanak-kanak yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an semenjak dini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Sekolah Menengah kejuruan dan MAK sanggup terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud jadwal keahlian ialah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia perjuangan dan industri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) ialah aneka macam pihak yang terkait dengan jadwal keahlian ibarat asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan ialah pemdiberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tuntidakboleh pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
pertolongan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang didiberikan oleh pemerintah daerah meliputi; menolongan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, menolongan penyelenggaraan aktivitas penelitian dan dedikasi kepada masyarakat, serta menolongan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi ialah kecakapan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melaksanakan koreksi diri, kecakapan dalam menentukan dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.
Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melaksanakan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kecakapan sosial ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan berafiliasi dengan sesama, kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan, tenggang rasa atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawaban sosial.
Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional ialah kecakapan yang mencakup beberapa aspek kecakapan dalam menentukan bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, menyebarkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melaksanakan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, lantaran itu aturannya ialah tanggung jawaban keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau aktivitas berguru dengan memakai materi berguru yang sanggup dikaji sendiri atau mandiri
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional ialah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang sanggup dilakukan melalui kerjasama Pemda dengan forum pendidikan gila yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah ialah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat ialah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, sentra aktivitas berguru masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau forum gila dalam wilayah aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya sanggup dilakukan di wilayah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kelas inklusif ialah layanan pendidikan yang mempersembahkan peluang bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk berguru gotong royong dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan peserta didik yang mempunyai potensi kecerdasan dan/atau talenta istimewa ialah peserta didik yang mempunyai potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan.
Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh mahir yang relevan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh ialah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau jadwal pendidikan, masukana dan pramasukana harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemda yang mencakup pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memfasilitasi ialah mempersembahkan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), menolongan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan ialah daerah-daerah yang berbatasan eksklusif dengan Provinsi DKI Jakarta.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan ialah data dan informasi tentang forum pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, masukana dan pramasukana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal ialah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah ialah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dimenolong Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Bahasa pengantar dalam pendidikan memakai bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III sanggup memakai bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini sanggup memakai bahasa daerah yang dikuasai peserta didik.
Ayat (2)
Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia ialah bahasa gila yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan profesional ialah pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, keahlian, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik ialah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan kiprah sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Yang dimaksud dengan kompetensi ialah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan kiprah keprofesionalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik ialah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum/silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatn teknologi pembelajaran;
g. penilaian belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan aneka macam potensi yang dimilikinya.
Huruf b
Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup beberapa aspek kepribadian yang:
a. mantap;
b. stabil;
c. dewasa;
d. arif dan bijaksana;
e. jujur;
f. berwibawa;
g. berakhlak mulia;
h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j. menyebarkan diri secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan berkelanjutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional ialah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial ialah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan diberinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar.
Ayat (4)
Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan ialah forum yang diputuskan pejabat yang berwenang untuk melaksanakan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi ialah berdasarkan pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan :
a. jabatan lain untuk pendidik ialah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik.
b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan ialah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawaban Kantor Wilayah Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan resiko lain ialah proteksi kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Yang dimaksud komersialisasi pendidikan ialah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan semata-mata untuk memperoleh laba pribadi, kelompok dan/atau perusahaan.
Ayat (2)
Kegiatan yang dianggap merusak gambaran sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar ialah aktivitas yang menimbulkan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan ibarat pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya .
Pasal 104
Ayat (1)
penetapan daerah tidak boleh merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok.
Penetapan daerah tidak boleh merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, biar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi masukana dan pramasukana mencakup masukana (alat) penunjang aktivitas berguru dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan pramasukana ialah gedung tempat berlangsungnya aktivitas berguru mengajar.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud forum ialah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi peserta didik mencakup beberapa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, penilaian afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan ialah seluruh biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan, mencakup antara lain :
a. biaya investasi contohnya biaya pembangunan pramasukana dan masukana pendidikan, pengembangan sumber daya manusia;
b. biaya operasi pendidikan, contohnya telepon, air, listrik, penghasilan, dan alat tulis kantor;
c. Biaya personal mencakup biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud kejadian tertentu ialah kejadian-kejadian yang tidak terduga ibarat tragedi alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Yang dimaksud dengan kewajiban Pemda membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar ialah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan ialah kiprah serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud institusi pasangan ialah forum pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi kawan Sekolah Menengah kejuruan dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal151
Cukup jelas
Pasal152
Cukup jelas
0 Response to "Perda Dki No. 8 Th. 2006 Perihal Sistem Pendidikan Termasuk Agama"
Posting Komentar